Wednesday, February 1, 2012
Wayang Menak
Pada dasarnya, cerita Menak adalah Saduran dari Sastra Persia. Sumber ceritanya berasal dari kitab “Qissa I Emr Hamza” yaitu sebuah karya sastra Persia pada era pemerintahan Sultan Harun Ar Rasyid (766-809 M). Karya sastra ini di Melayu kemudian dikenal dengan nama “Hikayat Amir Hamzah”. Transliterasi awal terhadap kisah Amir Hamzah* di Jawa dilakukan pada tahun 1717 M oleh Ki Carik Narawita (carik = jabatan untuk seorang Jaksa di Keraton), atas perintah Kanjeng Ratu Mas Balitar, permaisuri Susuhunan Pakubuwana I di Kasunanan Kartasura. Hasil terjemahannya kemudian dikenal dengan nama “Serat Menak”.
Dalam karya berbahasa Jawa ini sejumlah nama mulai disesuaikan dengan pelafalan lidah Jawa, misalnya Umar Bin Umayah menjadi Umarmaya, Qobat Shehriar menjadi Kobat Sarehas, Badiuz Zaman diubah menjadi Imam Suwangsa, Mihrnigar menjadi Dewi Retna Muninggar, Unekir menjadi Dewi Adaninggar, Amir Hamzah menjadi Amir Ambyah, Kisra Anusyirwan menjadi Prabu Nursewan dan lain sebagainya. Perlu diketahui sebelum terjadi proses transliterasi ini, sebenarnya cerita Menak ini telah lebih dahulu popular di kalangan masyarakat Jawa.
Pada masa selanjutnya “Serat Menak” ditulis ulang dengan menggunakan tembang Macapat oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dan diteruskan oleh Raden Ngabehi Yasadipura II, keduanya adalah pujangga besar dari Kasunanan Surakarta.** Karya kedua pujangga tersebut pernah dipublikasikan dalam buku beraksara Jawa oleh Balai Pustaka* pada tahun 1925. Cerita Menak dalam karya kedua pujangga tersebut merupakan bentuk pengembangan bebas dari karya terjemahan Bahasa Melayu yang sebelumnya diprakarsai oleh Ki Carik Narawita. Unsur-unsur mistik Jawa mulai muncul dalam karya ini. Namun demikian spirit yang mengilhami alur kisahnya tidak lenyap sama sekali. Penceritaan dalam gaya tembang justru memperlihatkan keindahan bahasa dan sastra tingkat tinggi yang sebanding dengan style yang dimiliki cerita Panji. Cerita Menak ini terdiri dari 48 jilid. Jika dikalkulasi maka keseluruhan isi “Serat Menak” terdiri dari 2.050 halaman. Sebuah karya sastra Islam yang sangat fantastis di Jawa.
Bagi rakyat Indonesia, wayang adalah warisan budaya yang familier. Kawasan Nusantara memang banyak memiliki beragam jenis dan bentuk wayang. Diantaranya Wayang Menak yaitu seni tradisional Islam yang pernah berkembang terutama di Jawa, Lombok, Sasak, dan Palembang. Di Pada masa kejayaannya di Jawa, yaitu sekitar tahun 1960-an, wayang Menak ini berkembang di wilayah sekitar Yogyakarta, Surakarta, dan Bojonegoro (Jawa Timur). Biasanya dipentaskan atau ditanggap untuk memeriahkan pesta khitanan, perkawinan, dan perhelatan upacara – upacara adat lainnya. Sayang pelestarian budaya ini mengalami kendala dan hambatan. Bahkan hampir punah dimakan arus perkembangan jaman.
Kisah yang bibawakan dalam pertunjukan wayang Menak berasal dari Serat Menak yaitu cerita epos (kepahlawanan) karya Raden Ngabehi Yasadipura I dan Raden Ngabehi Yasadipura II. Keduanya merupakan pujangga besar dari Kraton Kasunanan Surakarta. Kitab karya mereka ini telah dipublikasikan oleh Penerbit Balai Pustaka pada tahun 1925. Terdiri dari 48 jilid yang masing-masing jilidnya berisi sekitar 78 halaman. Sementara naskah aslinya tersimpan secara menyebar di Jakarta, Leiden (Belanda), dan Keraton Kasunanan Surakarta. Ceritanya disajikan dalam bentuk tembang Macapat.
Serat Menak tersebut diceritakan kembali oleh Raden Ngabehi Yasadipura I dan Raden Ngabehi Yasadipura II berdasarkan sumber dari Hikayat Amir Hamzah, naskah hikayat yang cukup dikenal di kawasan Melayu. Hikayat inipun terinspirasi oleh kitab Qissa I Emr Hamza, sebuah karya sastra yang berasal dari jaman Sultan Harun Al Rasyid (766-809), Baghdad.
Penamaan tokohnya telah disesuaikan dengan pelafalan lidah Jawa. Misal, Emr Hamza menjadi Amir Ambyah, Omar bin Omayya menjadi Umarmaya, Mihrnigar mejadi Dewi Retna Muninggar, Unekir menjadi Dewi Adaninggar, Raja Anusyirwan menjadi Prabu Nusirwan, dan lain sebagainya.
Ringkasan Cerita:
Inti ceritanya adalah perjuangan Amir Ambyah, raja dari kerajaan Puserbumi, mengislamkan rakyat Arab sambil menunggu kedatangan Nabi akhir zaman yang dijanjikan dalam kitab terdahulu, Muhammad saw. Amir Ambyah sebagai tokoh utama cerita Menak digambarkan sebagai satria berwajah tampan dan gagah perkasa dalam peperangan.
Amir Ambyah banyak melakukan penaklukan terhadap negeri-negeri yang ada di sekitarnya. Ia berjuang untuk mempersiapkan agar di masa Nabi Muhammad datang, maka telah banyak orang yang akan menjadi pengikut beliau. Musuh utamanya adalah Prabu Nusirwan yang pada akhirnya berhasil diislamkan dan bahkan menjadi mertuanya.
sumber:
http://id.shvoong.com/humanities/arts/2226835-selayang-pandang-wayang-menak/
Kumpulan Cerita Menak:
http://wayang.wordpress.com/category/wayang-jenis2/wayang-menak/page/2/
http://wayang.wordpress.com/category/wayang-jenis2/wayang-menak/
Naskah Amir Hamzah versi Bahasa Inggris:
http://www.columbia.edu/itc/mealac/pritchett/00litlinks/hamzah/index.html#index
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment